Pentingnya obrolan receh

Bagi seorang introvert seperti saya, ngobrol basa-basi itu sungguh membosankan. Ngobrolin cuaca, lalu lintas, atau basa-basi tentang asal-usul seseorang itu ibarat kata “malesin“ buat kita-kita para introvert. Kita biasanya lebih suka ngobrolin tentang hal-hal yang lebih dalam dan pribadi seperti value hidup seseorang. Tapi kejadian demi kejadian akhir-akhir ini, bikin saya tersadar betapa pentingnya obrolan receh meskipun ya sebenernya yang diobrolin juga nggak penting-penting banget.

Peristiwa yang baru-baru ini saya alami misalnya. Ceritanya saya baru kenal seseorang. Dan karena kebetulan, untuk beberapa hari kita jadi sering bertemu. Namun sayangnya, entah mengapa si orang ini tertutup sekali. Dia seperti sama sekali tidak tertarik untuk ngobrol meskipun hanya sekedar basa-basi dengan saya atau rekan lain yang kebetulan juga satu lokasi. Saya curiga dia mungkin lebih introvert dari saya, untuk itu saya akhirnya mencoba memancing. Saya tawarin makan, tawarin main bareng, tapi tetap si orang ini nggak juga bergeming. Interaksi kita minim banget. Sampe saya jadi mikir, “apa gue nyebelin banget trus dia akhirnya jadi benci?”. Tapi dipikir lagi kan nggak masuk akal. Kita kan juga baru kenal.

Basa-basi atau ngobrol receh itu penting banget di tahap awal kita kenal orang lain. Meskipun mungkin nggak berarti apa-apa, small talk seperti itulah yang biasanya membuka kesempatan untuk membahas topik yang lebih dalam. Ibarat kata obrolan receh itu seperti kita ngetok pintu rumah orang lain. Sebelum kita melakukan hal tersebut, kita nggak akan bisa masuk rumahnya dan kenal orang lain lebih dalam. It may not important, but it’s necessary. Nggak mungkin dong, kita tanya langsung ke orang yang baru kenal “eh, hari ini lo dapet pelajaran hidup apa?” Yang ada juga orang lain jadi naikin alis dan nanya “bentar, lo siapa ya?”.

Tapi, obrolan receh nggak cuma penting di awal pertemuan aja. Saya punya cerita lain dari orang yang udah saya kenal baik. Saking kenal baiknya, saya paham betul kalo kita nggak ngajak ngobrol duluan, dia nggak akan pernah buka mulut. Itu pun ngobrolnya dia sekedar jawab-jawabin pertanyaan kita aja. Diemnya parah lah pokoknya. Saya curiga kalo rumahnya kebakaran, mungkin 5 menit kemudian dia baru minta tolong. Orang yang begini bikin saya mikir, cuma saya yang berusaha untuk menjalin komunikasi. Hubungan kita jadi nggak ada timbal baliknya sama sekali.

Meskipun saya juga introvert, rasanya kok saya jadi sebel sendiri liat introvert yang keterlaluan begitu. Mbok yo basa-basi sedikit. Nanyain udah makan atau belum atau basa-basi nanyain dari mana gitu kan nggak susah. Dengan kita diem, secara nggak langsung orang lain berpikir kalo kita benci mereka. Padahal saya percaya sih, introvert kan anaknya baik-baik. Meskipun kita jarang ngomong, bukan berarti kita anti sosial, kan?

The failure of maintaining small talk, is a sign that your marriage is in danger.

Kebetulan, buku yang sedang saya baca juga menggaris bawahi tentang pentingnya ngobrol. Buku yang judulnya “30 lessons for loving” ini salah satunya menceritakan tentang betapa pentingnya komunikasi dalam pernikahan. Dan aturan yang paling utama dalam komunikasi menurut buku ini adalah berbicara. Karena meskipun banyak yang berasumsi setelah menikah dan sudah kenal lebih dekat, maka kita bisa mengerti pasangan kita lebih baik. Nyatanya, menurut para narasumber di buku tersebut tidak ada yang namanya “mind reader”. Semuanya perlu dikomunikasikan.

Belajar dari itu semua, saya jadi merasa tergelitik untuk lebih banyak ngobrol basa-basi. Sebagai eksperimen, yang saya sering lakukan akhir-akhir ini adalah banyak ngajak ngobrol driver ojek/taksi online. Sangat sederhana, tapi menurut saya ini bisa jadi latihan buat kita-kita yang introvert ini agar bisa belajar memulai dan memelihara obrolan basa-basi. Kadang, kalo ketemu driver yang gampang dipancing, mereka malah jadi cerita lebih jauh tentang pengalaman hidupnya.

Sebagai sesama introvert, saya juga masih belajar banyak kok. Kadang saya malah ngerasa maksain diri untuk memulai obrolan meskipun itu bukan nature saya pribadi. Ada kalanya saya juga mengaggap ini sebagai formalitas. Karena toh, kalau obrolannya jadi benar-benar tidak menarik, kita bisa pelan-pelan mengakhiri obrolan tersebut kok.

Entah saya yang old-fashioned atau bagaimana, saya juga menganggap kalo ngajak ngobrol itu juga salah satu bentuk sopan santun kita terhadap orang lain. Kan aneh kalo kita sering ketemu tapi nggak pernah menyapa satu sama lain. Ngobrol itu pertanda kalo kita perhatian dan peduli sama sesama. Asal masih dalam batas wajar dan nggak mengganggu aktifitas lawan yang kita ajak bicara, seharusnya wajar aja sih kita basa-basi. Yang dibahas juga kan nggak harus penting-penting banget. Ya, namanya juga obrolan receh.