To be happy together
Sejak sadar bahwa yang terpenting dalam kehidupan adalah kebahagiaan, saya justru jadi belajar banyak tentang kehidupan. Bagaimana untuk menjalani hidup lebih baik agar kita tetap bahagia, bagaimana mengurangi hal-hal negatif di sekitar sehingga kita bisa tetap bahagia, bagaimana caranya memproses diri sehingga kita tak hanya sukses nantinya, but also feel “content”.
Di tengah perjalanan saya mempelajari hal-hal tentang kebahagiaan, sedikit banyak saya juga memperhatikan bagaimana orang-orang di sekitar saya bersinggungan dengan kehidupan mereka. Bagaimana si ceria menjalani kehidupannya dengan sukacita, atau bagaimana si tukang ngeluh terus berkeluh-kesah tentang kehidupannya. Lalu muncul satu pertanyaan di otak saya “Can we all be happy together?“.
Sebanyak saya ingin diri saya tau tentang kebahagiaan lebih dini, saya juga ingin orang lain tau bagaimana menemukan kebahagiaannya masing-masing agar hidupnya bisa lebih baik. Untuk itu, saya ingin menceritakan kisah mengagumkan yang baru-baru ini saya baca.
Alkisah, ada seorang antropolog yang baru saja selesai mempelajari kebiasaan dan budaya dari suku terpencil di Afrika. Sehari sebelum dia kembali ke rumahnya, dia mengumpulkan keranjang hadiah berisi buah-buahan lezat yang dia kumpulkan dari berbagai wilayah yang kemudian dia bungkus dengan pita. Dia menaruh keranjang tersebut di bawah pohon lalu mengumpulkan anak-anak di desa tersebut.
Si antropolog itu kemudian berkata kepada anak-anak pedesaan yang sudah berkumpul, “Saat saya bilang mulai, larilah ke arah pohon dan siapapun yang sampai disana duluan, dia akan memenangkan keranjang buah itu.”
Saat si antropolog menyuruh anak-anak itu berlari, mereka malah menggandeng tangan satu sama lain dan berlari bersama-sama ke arah pohon. Mereka lalu duduk bersama mengelilingi keranjang dan menikmati hadiahnya bersama-sama.
Tuan antropolog pun terkejut. Dia bertanya mengapa mereka berlari bersama-sama padahal bisa saja salah satu dari mereka mendapatkan semua hadiah untuk dirinya sendiri?
Seorang gadis kecil memandang si antropolog dan berkata, “Bagaimana kita bisa bahagia jika yang lain bersedih?”
One touching story, I know.
Beberapa tahun kemudian, seorang aktivis ternama dari Afrika Selatan bernama Desmond Tutu menjelaskan pemikiran gadis kecil di cerita di atas dengan menggunakan kata “ubuntu”, yang bermakna “I am because we are.“
Beginilah Desmond Tutu menjelaskan konsep tersebut:
Afrika mengenal sesuatu yang disebut “ubuntu”. Kami percaya bahwa seseorang adalah orang melalui orang lain. Bahwa kemanusiaan saya terikat, terkait dengan Anda. Saat saya merendahkan Anda, itu berarti saya merendahkan diri saya sendiri. Seorang manusia soliter adalah sebuah kontradiksi. Maka dari itu, Anda berusaha untuk bekerja untuk kebaikan bersama karena kemanusiaan Anda datang ke sumber aslinya, yaitu dalam masyarakat.
Di kehidupan sehari-hari, kita memiliki tujuan hidup dan goal masing-masing. Mungkin ada yang ingin menurunkan berat badannya atau mungkin ingin memulai kebiasaan baik yang baru. Namun benang merah dari itu semua sama, yaitu kita semua ingin menjadi lebih baik. Kita mencoba membuat dunia menjadi lebih baik lagi melalui perbaikan diri kita sendiri.
Begitu pula melalui blog ini, saya menceritakan pelajaran-pelajaran hidup yang saya harap orang lain tau agar dia bisa menjalani hidupnya lebih baik lagi. Seperti anak-anak pedesaan yang meraih tangan teman-temannya di kisah tadi, saya juga ingin meraih tangan siapapun yang ingin memperoleh kebahagiaan seperti saya._ I don’t want to be happy alone. I also want all of us, to be happy together. (:_
Foto : Pixabay.com