Tentang kebencian
Lalu apa guna maaf, jika setelah maaf terucap, rasa bencinya masih tertinggal. Pun ketika maaf tak pernah terucap, rasanya benci bukan pilihan yang tepat.
Benci itu duri hati. Ketika kamu benci, kamu menyimpan dengan baik sepotong duri berbahaya yang bisa saja berbalik melukaimu di masa depan. Maka dari itu buang saja durinya. Bukankah kamu tidak suka terluka?
Pun ketika ada banyak alasan menyakitkan yang membuatmu tak lagi menyukai seseorang, tidak bisakah kau mengubur saja duri itu? Bukankah kamu seorang pelupa ulung?
Lagipula mungkin kamu salah paham. Rasa itu mungkin saja bukanlah kebencian. Itu hanya kemarahan atas dirimu sendiri yang kamu lampiaskan pada orang lain. Bukankah ini tidak benar?
Dan lagi, rasa-rasanya membenci bukanlah gayamu. Oh, mungkin kecuali satu pengecualian. Manusia kadang tanpa sadar membenci dirinya sendiri lebih dari orang lain. Tapi tenang, most of the time itu bukan karena dirimu buruk kok. Kamu hanya tak sanggup membenci sasaranmu sehingga membelokkan peluru bencinya ke kepalamu sendiri. Tapi lebih dari apapun itu, bukankah tidak ada kebahagiaan sempurna yang didapat dari rasa benci? Maka dari itu maafkan saja..
[caption id=”” align=”aligncenter” width=”500”] sumber gambar : http://weheartit.com/madalena_magalhaes[/caption]