Kelimutu
Ketika kamu punya nama unik, maka banyak orang asing yang tak segan untuk menanyaimu tentang artinya. Salah satu pertanyaan yang paling sering ku dapatkan adalah “Kelimutu itu nama marga ya, mbak?”. Mendapat pertanyaan itu aku berandai-andai jika uang lembaran 5000 rupiah edisi tahun 1998 itu masih beredar. Jika ia masih digunakan, tentu aku bisa dengan mudah menjawab “Kelimutu itu diambil dari nama danau yang ada di uang lima ribu litu lho”.
Namun berkat instagram, perlahan teman-temanku mulai mengenal nama gunung/danau Kelimutu dari akun para traveller. Sering kali mereka takjub menemukan asal-usul namaku dan menandaiku di foto danau Kelimutu yang ia temukan. Meskipun aku tak keberatan, namun ditandai seperti itu rasanya seperti diberi tahu temanku ketika kita berjalan-jalan di mall dan ia melihat orang lain mengenakan kaus sama seperti yang aku kenakan. Aku selalu bingung harus membalas apa jika mendapat mention seperti itu. Ujung-ujungnya aku hanya merespon dengan menekan tombol heart.
Tapi sebenarnya aku senang karena nama belakangku yang unik, setidaknya aku jadi punya kesempatan memberi pelajaran geografi ke beberapa orang yang sok tahu. Terutama mereka yang memulai dengan pertanyaan “Mbaknya orang Ambon ya?”. Beberapa orang yang mungkin ragu-ragu akhirnya memilih menggunakan istilah Timur daripada menunjuk satu nama daerah dengan segala kesok tahuannya. Tapi aku sebenarnya maklum. Gunung atau danau Kelimutu memang tak seterkenal gunung Bromo atau Merapi, meskipun gambarnya bisa kamu temukan di salah satu halaman paspor keluaran terbaru di antara ragam keunikan Indonesia lainnya seperti wayang & bunga raflesia arnoldi. Jadi tak heran jika memang hanya segelintir orang yang tahu jika danau Kelimutu itu berada di provinsi Nusa Tenggara Timur, dan bukan Ambon.
Punya nama unik seperti ini, membuatku merasa seperti punya kuis setiap kali berkenalan dengan orang baru. “Yak, mari kita lihat apakah orang ini tahu di mana letak gunung Kelimutu sebenarnya” aku akan berbisik dalam hati. Beberapa kali, ada pula yang menebak asal-usul namaku dengan benar. Aku lupa kami bertemu dimana, tapi suatu hari aku ditegur seorang ibu-ibu, “Namanya diambil dari nama kapal Kelimutu itu ya mbak? Wah, dulu saya sering naik kapal itu ke kampung halaman.” Mendengar ucapan tersebut, si ibu jadi terlihat jenius seketika. Hanya segelintir orang yang bisa melewati kuis ini dengan jawaban yang benar. Akupun merasa bangga seakan-akan aku sendiri yang mengemudikan kapal tersebut ke kampung halaman si ibu.
Namaku memang sulit dimengerti. Jika tak paham kalau papahku seorang pelaut, mungkin tak terbayangkan kenapa ada nama kapal di namaku. Dan karena nama kapalnya memang diambil dari nama gunung, aku memang lebih sering menjelaskan bahwa namaku diambil dari nama gunung/danau Kelimutu. Masalahnya, karena punya nama begitu, aku jadi penasaran sekali dengan danau Kelimutu yang asli.
Dengan semua pengalaman unik ini, aku jadi berpikir untuk meneruskan nama danau ke anak-anakku nanti. Nama-nama sungai kan sudah lebih dulu dipakai kereta api. Sedangkan nama gunung sudah banyak dipakai untuk menamai kapal laut. Jadi mungkin nanti aku bisa menamai si sulung dengan nama Toba. Sedangkan yang kedua bisa jadi Ranau, atau Singkarak. Tapi kemudian, aku tak sanggup membayangkan mereka protes ketika kami memilih tempat liburan dan masing-masing bersikukuh memilih nama danau mereka sendiri sebagai tujuannya. Pasti akan merepotkan!