Fisik vs Digital
Hari terakhir di Bali sebelum ke Jogja kemarin saya sempat membeli buku karya Elizabeth Gilbert berjudul Big Magic di mall Bali Galeria. Tiba di bandara Adi Sucipto Jogjakarta, tanpa sengaja saya meninggalkan buku tersebut di salah satu charging spot di depan terminal keberangkatan. Saya pun baru sadar setelah sampai di penginapan. Meskipun begitu, dengan harapan buku saya masih ada di tempatnya, saya pun kembali lagi ke bandara. Benar saja, buku saya masih tergeletak apik di tempat terakhir saya meninggalkannya.
Setelah mengalami kejadian tersebut saya jadi berpikir seandainya saya membaca versi digitalnya, pasti kejadian ini tak akan terjadi. Pertanyaan pun mulai muncul, mana yang lebih baik antara buku fisik, atau buku digital.
Buku fisik
Meskipun para minimalist biasanya lebih suka buku digital, saya pribadi termasuk tipe *old-school * yang lebih menyukai buku fisik. Bagi saya, sesuatu yang berwujud itu lebih menyenangkan dari pada versi digital. Saya pun tipe yang lebih suka bertemu langsung daripada berkomunikasi lewat teknologi.
Selain itu, buku fisik juga memungkinkan kita untuk berbagi ilmu dengan orang lain. Kita bisa meminjamkan buku kita ke teman atau menyumbangkannya setelah selesai membaca. Satu hal yang akan sulit kita lakukan pada buku digital.
Meskipun begitu, kekurangan yang sering saya alami dari buku fisik adalah sulit untuk menilik kembali bagian yang berkesan. Tidak ada menu Ctrl+F pada buku fisik sehingga untuk melakukan revisit, kita perlu teknik tersendiri untuk merekam apa yang kita pelajari dari buku tersebut. Saya biasanya tipe yang protektif terhadap buku fisik yang saya punya. Saya tak suka memberi highlight, atau mencorat-coret buku bacaan saya meskipun itu bisa membantu kita untuk mengingat isinya. Saya suka menjaga buku tetap serapi mungkin, sehingga ketika kita ingin menyumbangkannya pun buku tersebut masih terlihat layak.
Bagi saya, buku fisik juga membutuhkan lebih banyak usaha untuk merawatnya. Ia bisa dengan mudah terkena air, terlipat, sobek, ataupun hilang sehingga merawatnya pun perlu perhatian khusus.
Buku digital
Buku digital memang unggul dalam segi kekayaan fitur. Karena digital, kita bisa dengan lebih mudah untuk mengorganisirnya. Memberi highlight di bagian yang kita suka dan rasanya mudah sekali untuk menilik kembali bagian-bagian tersebut tanpa membaca kesuluruhan buku.
Bagi saya pribadi, ketika membaca buku dalam bahasa Inggris, fitur kamus yang sudah tertanam secara baku di kebanyakan platform buku digital juga sangat membantu untuk memahami maknanya secara lebih jelas. Dibanding ketika membaca buku fisik, saya harus memasukan kata yang tidak saya mengerti ke kamus, lalu mencari artinya secara manual. Lebih merepotkan. Meskipun begitu, sebagai tipe old-school rasanya tetap kurang puas ketika saya tak bisa melihat wujud dari buku yang saya baca.
Kesimpulan?
Buku fisik dan digital sebenarnya bisa saling melengkapi. Saya kini lebih sering membaca versi preview buku digital sebelum membeli buku fisiknya. Namun ketika tahu bahwa buku tersebut akan sering saya gunakan kembali untuk bahan menulis atau keperluan lainnya, saya akan membeli versi digitalnya sehingga lebih mudah untuk ditilik kembali. Lain halnya ketika saya merasa terlalu banyak berhadapan dengan layar, maka saya akan lebih memilih buku fisik sehingga mata saya bisa istirahat sejenak.
Kalau kalian, mana yang lebih kalian sukai? Buku fisik/digital?