How self-compassion save my life

compassion

Belakangan ini ada beberapa hal yang baru saya sadari tentang diri saya sendiri. Dan diantaranya adalah hal-hal yang bertolak belakang dari yang saya tahu sebelumnya. It was hard to believe and to finally accept that facts.

Usually as a self-righteous person, I tend to feed my mind with positive thinking about myself. Sehingga saat berada di keadaan sulit, hal-hal negatif yang dulu saya acuhkan jadi terakumulasi dan menyebabkan saya menyalahkan diri sendiri.

Jika kalian belum pernah mendengar tentang self-righteous, mungkin definisi dari merriam webster berikut bisa dijadikan referensi.

Self–righ·teous

adjective -ˈrī-chəs

: having or showing a strong belief that your own actions, opinions, etc., are right and other people’s are wrong

Ketika seseorang dengan self-righteous sedang berada di keadaan yang buruk, atau saat mulai menyadari bahwa mereka juga melakukan kesalahan, mereka yang biasanya merasa benar jadi cenderung berbalik menyalahkan diri sendiri. Mereka jadi merasa cemas dan juga insecure. Mereka terlalu merasa bersalah sehingga level stress mereka memuncak. And here comes the devastating moment. Beruntung, baru-baru ini saya menemukan artikel tentang self-compassion.

Sebelum membahas self-compassion, saya akan lebih dulu membahas tentang self-esteem. Self-esteem, jika dilokalkan ke bahasa Indonesia mungkin biasa disebut dengan harga diri. Self-esteem adalah cara kita menilai diri sendiri. Seberapa baikkah diri kita? Apa kekurangan kita? Hal-hal semacam penilaian diri kita secara pribadi.

Seseorang yang memiliki low self-esteem, akan cenderung membenci dirinya sendiri, kurang percaya dengan kemampuannya dan lebih rentan terhadap depresi. Sedangkan seseorang dengan high self-esteem, akan cenderung lebih percaya diri, merasa spesial, dan cenderung narsis (which is highly similar with self-righteous). Mereka cenderung lebih sering membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain untuk mendapatkan perasaan bahwa mereka lebih baik. Ini adalah salah satu penyebab bullying yang banyak terjadi di jaman sekarang. Pelaku bullying melakukan hal tersebut untuk mendapatkan perasaan bahwa dirinya jauh lebih kuat, lebih berkuasa sehingga mereka merasa harga dirinya meningkat karena hal tersebut.

High self-esteem, sebenarnya bermanfaat dalam beberapa hal. Mereka yang memiliki high self-esteem cenderung lebih mudah untuk memotivasi dirinya untuk berproses menjadi lebih baik lagi. _They would feel good about their selves if they meet their goals, sehingga mereka menggunakan goal tersebut untuk memotivasi dirinya. _Tapi saat melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan, mereka akan merasa dirinya adalah seseorang yang buruk. High self-esteem baik diterapkan di keadaan normal, namun akan menjadi bumerang saat dirinya gagal untuk mencapai sesuatu. Disinilah self-compassion berperan untuk menetralisir keadaan.

Menurut Belle Beth Cooper dalam artikelnya The truth about self-esteem, sementara self-esteem adalah cara kita menilai diri sendiri, self-compassion adalah cara kita memperlakukan diri sendiri._ Self-compassion_ tidak mengajarkan kita untuk menilai diri kita secara positif, tapi mengajarkan kita untuk memaafkan diri sendiri saat melakukan kesalahan, untuk menerima diri kita seutuhnya.

Dalam artikel tentang s_elf-compassion_ yang lain, Kristin Neff, menuturkan bahwa berbeda dari self-esteem, seseorang dengan self-compassion tidak harus mencapai goal tertentu untuk merasa bahagia atas dirinya sendiri. Justru kebahagiaan itu tetap hadir saat kita sadar bahwa diri kita tidaklah sempurna.

Lebih jauh lagi, Kristin Neff berkata ada 3 komponen utama dalam mencapai _self-compassion. _

**Pertama, **_self-kindness._ Di saat-saat sulit, kita biasanya bertindak lebih keras terhadap diri kita sendiri. Self-kindness adalah memperlakukan diri sendiri dengan lebih  pengertian dan sabar, seperti saat kita memperlakukan orang lain (terutama yang kita sayangi). Bayangkan saat kita memberi nasehat kepada seorang teman baik ketika mereka sedang mengalami kesusahan. Begitu pula kita harus memperlakukan diri sendiri saat berada di masa-masa sulit. Belajar untuk mengakui kelemahan daripada bertindak terlalu kritis terhadap diri sendiri. Stop beating yourself up. Saat melakukan kesalahan atau menemui kegagalan, cobalah fokus ke apa yang bisa dipelajari dari peristiwa itu.

Kedua, common humanity. Ketika self-esteem movement membuat kita selalu berusaha untuk menjadi berbeda dari yang orang lain, terpisah dari manusia kebanyakan,_ self-compassion_ menempatkan diri kita menjadi sejajar seperti manusia lainnya. Menjadi manusiawi, yang berarti bahwa seperti halnya manusia lain, kita pun bisa melakukan kesalahan. Dengan menyadari bahwa kita sama seperti manusia lainnya, maka kita akan lebih mudah memaafkan diri kita sendiri.

Dan yang ketiga, mindfulness. Mindfulness mengajarkan kita untuk benar-benar memahami keadaan diri kita sendiri. Bahwa kita harus benar-benar mengerti dan menerima keadaan bahwa kita sedang berada di keadaan sulit sehingga akan lebih mudah untuk menerapkan kasih sayang terhadap diri kita sendiri di masa itu. Seringkali, keadaan sulit yang disebabkan oleh kritik dari diri kita sendiri membuat kita tidak sadar bahwa kita sedang melukai diri sendiri. Sehingga sulit untuk menerapkan self-compassion jika kita sendiri belum menyadari penyebab luka kita.

Tidak mudah memang, menerapkan kebiasaan apalagi pola pikir baru. Tapi untuk melatih pikiran kita, mungkin self-compassion writing exercises ini bisa dicoba. Video TEDx dari Kristin Neff di bawah ini juga worth to watch untuk menambah pemahaman tentang _self-compassion. And btw, this is my most favorite TED talk by far so I highly recommend this one.
_

http://www.youtube.com/watch?v=IvtZBUSplr4

Sekarang setelah mengetahui tentang self-compassion, pikiran saya jadi lebih tenang. Saya jadi lebih menerima hal-hal yang tadinya saya sangkal terus-menerus. _My perfectionist self being aware that imperfection is just human. And now I already stop the drama and on my way back to my track. (:
_

Foto : http://weheartit.com