Happiness at the misfortune of others

schadenfreude

“Eh, canda deng!” adalah kamuflase yang sering orang katakan untuk menutupi kritik yang sebenarnya ingin dia sampaikan. Kita umumnya belum benar-benar terbiasa dengan kritik secara langsung sehingga menyampaikannya lewat lelucon atau candaan biasanya dijadikan andalan untuk menyampaikan suatu hal.

There is a little truth behind every just kidding.

Dari jaman SMA, saya dan seorang teman baik sama-sama percaya quote diatas. Sejak mengenal quote tersebut, kami jadi sering mengamati lelucon yang biasa disampaikan di kelas. Dan semakin mengamati, semakin kami sadar bahwa memang selalu ada kebenaran tersembunyi setiap seseorang melemparkan candaan.

But for me personally, karena berhubungan dengan fakta, lelucon tentang seseorang somehow jadi sesuatu yang sensitif. Itu sebabnya saya kurang menyukai acara televisi yang isinya ejekan antar pemainnya. Because, what’s good about joking someone else’s life btw?

_Let me tell you about this. _Dengan terbiasa mendapat hiburan dari lelucon saling mengejek, sadar atau tidak sadar kita jadi terbiasa menikmati kemalangan orang lain. Which is indirectly, it lead us to schadenfreude.

Schadenfreude adalah rasa senang yang muncul karena kemalangan orang lain. Semacam perasaan sukacita atau kesenangan saat melihat orang lain mengalami kemalangan. Seorang filsuf bernama Arthur Schopenhauer bahkan mengatakan schadenfreude sebagai salah satu dosa terjahat dari perasaan manusia.

To feel envy is human, to savor schadenfreude is diabolic. - Arthur Schopenhauer

Menurut penelitian, schadenfreude banyak didasari oleh social comparison theory, yaitu gagasan bahwa saat kita melihat orang lain mendapatkan kemalangan, kita cenderung menilai diri sendiri lebih baik. Penelitian lain menunjukan bahwa orang dengan low self-esteem, lebih rentan untuk merasakan schadenfreude dibanding seseorang dengan_ high self-esteem (untuk mendapat penjelasan lebih lengkap tentang self-esteem, kamu mungkin perlu membaca artikel ini). __
_

Meskipun schadenfreude bukanlah bentuk dari kebencian, namun tetap saja menertawakan kemalangan orang lain bukanlah hal yang begitu baik. Sebuah studi dengan teknik brain-scanning menunjukan bahwa schadenfreude berhubungan dengan perasaan iri.  Sebuah penelitian lain di tahun 2009 mengindikasi bahwa hormon oksitosin terlibat dalam merasakan schadenfreude. Menurut penelitian tersebut, dilaporkan bahwa saat peserta sebuah game (yang diadu melawan seorang peserta yang dianggap arogan) menghirup oksitosin melalui hidung, perasaan schadenfreude mereka cenderung meningkat saat lawan mereka kalah. Begitu pula perasaan iri juga meningkat saat lawan mereka menang.

Mungkin kalian juga merasa pernah mengalami schadenfreude. Namun jangan merasa bersalah dulu.Menurut seorang ahli psikologi bernama Richard Smith dalam bukunya The Joy of Pain, schadenfreude adalah perasaan yang dimiliki semua orang meskipun kita tidak suka untuk mengakuinya. Sebuah penelitian baru-baru ini bahkan menunjukan bahwa perilaku schadenfreude dimulai dari masa kanak-kanak. Anak-anak biasanya menunjukan tanda-tanda schadenfreude saat ia kehilangan perhatian dari ibunya. Rasa iri dan cemburu adalah hal-hal yang erat kaitannya dengan schadenfreude. Dan anak-anak sangat mungkin untuk merasakan perasaan itu. Contohnya, saat anak-anak merasa cemburu ketika ibunya memberikan perhatiannya kepada hal lain, mereka cenderung merasa senang saat melakukan kenakalan seperti menumpahkan minumannya ke buku.

Istilah schadenfreude sendiri mulai dikenal melalui tayangan The Simpsons. Pada tahun 2003 bahkan ada sebuah lagu dari Sesame Street yang menggambarkan schadenfreude sebagai istilah Jerman untuk_ ‘happiness at the misfortune of others’. _Di lagu tersebut schadenfreude juga digambarkan sebagai “people taking pleasure in your pain” dan “making me feel glad that I’m not you”.

Menurut sebuah artikel, sebenarnya tidak ada cara untuk menghilangkan perasaan bahagia karena ketidakberuntungan orang lain. Sebab perasaan itu merupakan emosi dasar yang tidak dapat dihilangkan. Namun dengan mengasah rasa simpati, kita bisa mengurangi perasaan schadefreude secara perlahan. Try to stand on other people’s shoe. Terutama saat orang lain berada dalam situasi buruk. Tanyakan pada diri sendiri, apa yang akan kita lakukan jika hal tersebut terjadi pada diri kita sendiri? Dengan berlatih memposisikan diri sebagai orang lain, kita dapat memupuk perasaan belas kasih dan mengurangi perasaan schadenfreude.

Foto : https://www.sciencenews.org/