[review] My exile lifestyle
Setelah beberapa bulan terakhir mencoba bacaan yang berbeda dari yang biasanya saya sukai, akhirnya kali ini saya kembali ke aliran bacaan favorit yaitu non-fiksi (lebih tepatnya memoir sih). Entah saya juga lupa dapat rekomendasi darimana, namun yang pasti setelah membaca buku satu ini, saya seperti mendapat penulis favorit baru.
My exile lifestyle membahas tentang perjalanan pengarang (Colin Wright) dalam menjalani kehidupannya sebagai full-time-traveller. Di bagian awal, saya sempat mengira bahwa buku ini hanya akan full menceritakan petualangan si pengarang yang memutuskan untuk berpindah negara tiap 4 bulan sesuai dengan hasil vote pembaca blognya. Namun yang saya suka, pengarang juga menuliskan pengalaman masa kecilnya agar kita mendapat gambaran tambahan tentang kenapa ia mengambil keputusan yang ia ambil.
Mas Colin menurut saya punya gaya storytelling yang apik di buku ini. Narasinya yang jujur dan blak-blakan membuat kita merasa seperti benar-benar sedang mendengarkan ceritanya secara langsung.
How can this not be perfect? It must be. You’re the one with the problem. Obvioulsy. Shit.
Kita tentu sering mendengar cerita menarik dan menyenangkan tentang travelling. Pantai yang indah, spot makan yang instagrammable atau bertemu orang baru yang punya kisah seru. Tapi yang menarik dari buku ini, mas Colin tak segan menceritakan travelling dari sudut pandang yang berbeda, bukan hanya bagian menyenangkannya saja. Ia bercerita tentang sulitnya memahami kultur asing, tentang serangga aneh, atau bahkan tentang kesepian yang ia alami.
The hardest part about travelling so far has been the loneliness.
Bagian “Chai-diving” dan “Not today” di buku tersebut menggambarkan bagaimana kehidupan yang kita anggap ekstrem seperti yang mas Colin jalani pun sebenarnya hanyalah kehidupan biasa saja seperti manusia pada umumnya. Kadang petualangan tak selamanya terlihat menarik. Ada kalanya kita hanya ingin berdiam diri di rumah, mungkin sambil bermain game, atau mengerjakan pekerjaan seperti biasa.
Ia juga tak ragu untuk menulis dengan berbagai gaya storyteling yang berbeda. Salah satu yang menarik adalah bagian “A relationship of words” dimana ia menuliskan perkenalannya dengan seseorang melalui serangkaian email.
You have only one life in which to fulfill your every ambition. Act accordingly.
Jika beberapa buku ada yang dimulai dengan kuat di awal namun akhirnya malah membosankan, buku ini justru punya awal yang tak begitu menarik namun jadi membuat kita makin penasaran selagi membaca terus menerus. Dan bagi saya, mas Colin cukup berhasil dalam menjaga stabilitas alur ceritanya sehingga kita tak bosan membaca sampai selesai.
I had no idea what to expect from my life, and it was the most liberating feeling I’d ever had.
Meskipun pesannya jadi terlihat kabur karena terlalu banyak topik yang ia bahas, saya tetap menikmati buku ini. Tulisannya yang tak terkesan menggurui namun sangat relatable dan story tellingnya yang menarik menurut saya membuat buku ini sangat enak untuk diikuti sampai akhir.
Oh, dan tulisan di blognya juga menarik loh!
Kredit foto: Ksenia Makagonova @ Unsplash