Jadilah evangelist dirimu sendiri
I’m a strong believer, jika setiap orang haruslah menjadi evangelist atas dirinya sendiri. Maksudnya, dialah yang seharusnya paling tau tentang dirinya sendiri. Tapi proses mengenali diri sendiri tidaklah semudah membaca wikipedia untuk mengenal pengertian tentang suatu hal. Karena manusia ternyata lebih kompleks dari sistem yang bahkan sulit untuk dimengerti teorinya.
Setelah beberapa waktu ini saya berusaha lebih mindful akan kehidupan saya, saya akhirnya baru menyadari beberapa hal tentang diri saya sendiri. Perlahan, saya pun sadar bahwa manusia bukanlah mahluk mutlak. We are the sea of possibilities. Untuk mengurangi possibilities yang sering membuat kita gamang itulah kita memerlukan _self-discovery. _Karena meskipun manusia tidaklah mutlak, namun masing-masing dari kita pasti memiliki preferensi atau kecenderungan tersendiri.
Pernahkah kalian tak tahu harus bagaimana bersikap dengan orang lain karena tidak begitu mengenalnya? Sama juga kasusnya dengan diri kita sendiri. Kita akan kebingungan untuk membuat keputusan jika kita sendiri belum mengenal diri kita secara utuh.
Sebagai langkah awal, mungkin ada baiknya jika kita mengenal tipe intelejensi diri kita sendiri. Teori seorang psikolog bernama Howard Gardner di sebuah buku keluaran tahun 1983, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences mungkin bisa menjadi sedikit referensi dalam menganalisa potensi diri kalian masing-masing. Dalam bukunya tersebut, Gardner membedakan intelejensi manusia menjadi 9 tipe yaitu naturalistic, musical, logical-mathematical, existential, interpersonal, bodily-kinesthetic, linguistic, intra-personal, dan spatial intelligence. Lebih lengkapnya lagi, kalian bisa membacanya disini.
Kemungkinannya adalah, ada beberapa orang yang akan menemukan dirinya cocok dengan beberapa tipe intelejensi seperti yang saya alami. Hal tersebut membuktikan bahwa manusia bukanlah mahluk mutlak yang bisa ditemukan jawaban pastinya seperti soal matematika. Self-discovery adalah perjalanan panjang yang tidak pernah usai jika kita memang sunguh-sungguh ingin mengerti diri kita sendiri.
**Self discovery is a journey to solve a never-ending puzzle. **
Self-discovery ibarat proses untuk menyusun sebuah_ gigantic puzzle_ yang memiliki banyak gambar dan tak akan pernah usai jika kita susun. Ketika kita berhasil menyusun beberapa keping puzzle dan sebuah gambar mulai terlihat dari situ, tetap saja ada bagian lain yang perlu kita susun. Itu sebabnya, tak perlu cemas jika belum menemukan gambar apapun dari puzzle yang kalian susun karena_ the game has no ending. Take your time_ dan tetaplah berbahagia selagi menyusun kepingan puzzle tersebut karena the joy is in the process.
Seorang evangelist atas dirinya sendiri paling tidak sudah berhasil menemukan beberapa gambar dari puzzle yang ia susun. Itulah yang saya sebut sebagai self-discovery. Menemukan gambar demi gambar dari puzzle dirinya sendiri.
Jika kita membahas_ self-discovery_ lebih lanjut maka perbincangan akan menjadi sangat panjang karena ini akan meliputi belief, passion, values, dan hal lain yang subjektif dan memerlukan deep analyze terhadap diri sendiri. Intinya, jika kita tidak ingin terus gamang dengan berbagai possibilities, maka self discovery bukan lagi sebuah sunnah melainkan fardlu yang harus dilakukan setiap orang.