Bisnis perhatian
Sore ini saya membaca sebuah artikel bahwa layanan music streaming Spotify ternyata telah lama berjuang dengan kerugian meskipun keuntungannya tahun 2016 lalu naik lebih dari 50%.
Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa meskipun Spotify memiliki 140 juta pengguna, baru 50 juta saja yang menjadi paid customer.
Saya jadi teringat sebuah video yang saya tonton tiga hari lalu. Minggu kemarin Mozilla mengundang Tim Wu, penulis buku Attention Merchants untuk membahas bukunya tersebut di Mozilla office Toronto.
Dalam video tersebut Tim Wu menyebutkan betapa perhatian (dan waktu) kita kini kian menjadi mata uang yang tidak terelakan lagi di masa depan. Terlebih di era internet sekarang ini.
Lihat saja bagaimana tech giant di jaman sekarang banyak yang menawarkan layanannya secara cuma-cuma karena mengandalkan iklan sebagai business modelnya. Iklan yang secara tidak langsung berebut untuk mendapat perhatian kita. Sehingga tanpa disadari, perhatian kita lambat laun menjadi mata uang yang kita tukarkan demi layanan yang lebih murah atau bahkan gratis.
Dalam kasus Spotify tadi, terbukti bahwa pengguna internet zaman sekarang pun masih banyak yang memilih untuk merelakan perhatiannya diperebutkan oleh iklan-iklan tersebut dari pada membayar untuk mendapatkan layanan yang lebih baik.
Jika dulu kita membeli koran dan majalah dengan uang untuk mendapatkan berita dan pengetahuan di dalamnya, sekarang kita menukar perhatian kita untuk mendapatkan layanan video atau berita secara cuma-cuma.
Bahkan tidak hanya di internet. Dalam bisnis konvensional pun kita bisa melihat banyak contoh bagaimana perhatian memang dijadikan nilai tukar bahkan sejak dulu.
Gambar di atas contohnya. Gambar tersebut saya ambil ketika menumpang pesawat dari salah satu budget airline tanah air. Bisa dilihat bahwa ada iklan yang tertempel di bagasi kabin tersebut. Sesuatu yang tidak saya jumpai setidaknya jika saya bersedia membayar lebih mahal untuk full service airline.
Don’t get me wrong. Saya bukannya menganggap bahwa iklan adalah hal yang buruk. Namun, saya optimis kita bisa lebih kreatif untuk mencari ide bisnis lain tanpa harus mengorbankan sumber daya terbatas yang kita miliki tersebut.
Perhatian memang bukan hal yang tangible seperti uang, sehingga transaksi yang kita lakukan jadi tidak terasa. Namun akibatnya, internet jadi crowded, click bait meraja lela karena semua orang jadi mendewakan page view demi kompensasi iklan yang lebih tinggi. Hal yang selanjutnya membuat kita jadi generasi yang tidak fokus, mudah bosan, dan susah konsisten.
Tim Wu mengatakan dalam video tersebut bahwa kita membutuhkan perhatian untuk melakukan hampir semua hal. Kita membutuhkannya untuk mempelajari sesuatu, untuk menyelesaikan pekerjaan, saya pun memerlukan fokus/perhatian ketika menulis tulisan ini. Bahkan, kita pun butuh membebaskan perhatian kita untuk merasa damai. Seperti yang saya sampaikan di tulisan saya sebelumnya bahwa:
Momen dimana saya tidak memperhatikan apapun adalah momen yang paling membahagiakan.
Namun semakin lama, perhatian sepertinya menjadi kemewahan yang harus kita bayar mahal jika kita ingin tetap memilikinya.