Tentang Buku

2018-05-03_12-29-55

Dulu, saya selalu menghemat ketika membaca buku. Tujuan sebenarnya adalah agar bacaan saya ngga cepet habis. Satu buku bahkan bisa saya baca berbulan-bulan.

Tapi sejak rutin membeli buku, sekarang ceritanya jadi beda. Sekarang saya malah ngerasain book comma. Kebanyakan buku sampai bingung yang mana yang mau dibaca dulu. Sekarang saja saya punya 5 buku yang sedang saya baca secara bersamaan. Padahal dulu sebelum selesai membaca satu buku, saya biasanya tidak akan membeli buku yang lain.

Masalahnya memilih buku itu susah-susah gampang (lebih banyak susahnya). Kadang kalo nemu buku yang sudah lama diincar, rasanya pengen dibeli saja meskipun buku yang sedang saya baca belum selesai. Belum lagi buku yang ternyata tidak terlalu cocok tapi sudah terlanjur kita beli. Lalu kita merasa bersalah kalau tidak menuntaskannya. Itu dia kenapa saya buat satu halaman khusus untuk mendaftar buku-buku yang pernah saya baca. Sebagai pengingat untuk diri sendiri juga, buku-buku seperti apakah yang biasanya saya suka.

Tapi ketika akhirnya kita memilih tipe buku yang itu-itu saja, maka pengetahuan kita juga akan condong/bias. Padahal salah satu nilai yang saya ingin pegang di tahun ini adalah “read more book & broaden your book selection”. Untuk itu, saya jadi mencoba lebih banyak genre buku. Kalau biasanya saya lebih memilih non-fiksi, sekarang perlahan saya mulai membaca karya fiksi juga. Salah satu karya fiksi favorit yang saya baca baru-baru ini adalah The Alchemist karya Paul Coelho.

Buku tersebut bercita tentang seorang penggembala bernama Santiago dari dataran Andalusia yang berpetualang untuk mencari harta karun sampai ke Piramida Mesir. Meskipun berpendidikan, ia memilih untuk menjadi penggembala karena ia suka bepergian. Ketika akhirnya dia bermimpi tentang suatu petunjuk untuk menemukan harta karun, ia tahu bahwa ia harus mengikuti apa kata hatinya (disebut Personal Legend di buku tersebut).

People are afraid to pursue their most important dreams because they feel that they don’t deserve them, or that they’ll be unable to achieve them. - The Alchemist

Membaca buku tersebut, terasa seperti mendapat sindiran bertubi-tubi. Keberanian Santiago untuk mengikuti Personal Legend-nya sungguh tidak main-main. Ia harus berpisah dengan hewan gembalanya, kehilangan semua harta yang ia punya, bahkan mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Membaca cerita tersebut mengingatkan saya pada sebuah mimpi lama yaitu menulis buku. Salah satu mimpi yang saya cita-citakan dari dulu. Satu mimpi yang terbengkalai begitu saja di tengah kesibukan yang tak kunjung habis. Membaca kisah Santiago menambah semangat saya untuk memulai perjalanan saya sendiri untuk mewujudkan impian menulis buku tersebut.

Perjalanan tersebut sebenarnya sudah dimulai dari masa sekolah menengah. Ketika SMP dulu, saya pernah menulis sebuah teenlit yang kemudian saya cetak sendiri. Tapi tentu saja jejak tulisan tersebut kini sudah tak bisa saya temukan lagi.

Setelah lulus kuliah saya juga pernah mencoba menulis kembali. Kerangka dan draft sudah lumayan matang, namun kemudian tulisan tersebut pun harus saya relakan karena hilang bersamaan dengan komputer saya yang diganti OS. Dramatis? Tidak juga. Saya bahkan baru ingat kehilangan draft tersebut selang satu tahun setelahnya.

Untuk itu, di akhir tahun lalu saya memutuskan untuk mendedikasikan tahun 2018 ini untuk menghidupkan kembali mimpi tersebut. Dan untuk menghindari kehilangan draft lagi, akhirnya saya memutuskan untuk menyimpannya di sebuah repository. Yes, as geeky as it sounds, I keep my book draft in a git repo! Tentu bisa saja saya menyimpannya di berbagai layanan cloud service yang sekarang marak tersedia. Namun saya pikir, menyimpannya melalui git akan menambah kesan unik sehingga (saya harap bisa) membuat saya terus bersemangat untuk menyelesaikannya.

Itu juga alasan terbesar yang mendorong saya untuk pindah ke Bali. Proyek yang saya bicarakan pada tulisan ini sebenarnya ya menulis buku. Klasik sekali memang. Tapi biarlah, saya berusaha dulu menyelesaikan satu mimpi yang menghantui saya selama ini. Karena mungkin di beberapa kasus, kita lebih baik menyesal dari pada penasaran.

There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure. - The Alchemist

Dan menulis itu tidak mudah loh. Apalagi yang saya tulis kali ini adalah pengalaman pribadi. It terrifies me to death! Berbagai pikiran seperti “Bagaimana kalau nanti tidak ada penerbit yang mau menerima buku ini?”. “Bagaimana jika nanti meskipun sudah berhasil terbit, ternyata tidak banyak yang membeli buku saya?”. “Bagaimana kalau orang lain menganggap buku ini tidak menarik?”. “Bagaimana kalau saya nanti mengalami writer block di tengah proses menulis?”. Dan berbagai macam ketakutan lain yang membuat saya mempertanyakan kembali impian ini.

Beruntung, saya membaca buku lain yang tak kalah menarik. Big Magic karya Elizabeth Gilbert mengingatkan saya bahwa ketika keinginan untuk berkarya itu begitu besar, maka yang jadi tanggung jawab kita sebenarnya hanyalah meluangkan waktu untuk mengerjakannya. Menganggap impian kita sebagai hal yang personal hanya akan membuat kita merasa terluka ketika mendapat tanggapan negatif dari luar. Padahal keratifitas tidak semata-mata berasal dari diri kita saja.

When you want something, all the universe conspire in helping you to achieve it. - The Alchemist

Untuk itu, saya memberanikan diri untuk mengunggah bagian awal dari buku yang sedang saya tulis di suatu platform yang bisa kalian akses di sini. Saya ingin membebaskan ide tersebut. Untuk menerima tanggapan apapun yang cepat atau lambat akan saya dapatkan di kemudian hari. Dan tentu saja, kalian juga boleh berkomentar atau bahkan memberikan ide untuk buku tersebut. Saya akan senang sekali diajak ngobrol tentang ide baru untuk buku ini. (:

PS!

  • Ternyata saya nulis tulisan ini pas banget sama Hari Buku Nasional. Padahal tadi pas baru mulai nulis nggak tau sama sekali. Pokoknya selamat hari buku ya semuanya!