Dari mana kebahagiaan berasal?

Sering kali, saat melihat orang lain tersenyum bahagia, saya lalu berpikir “kira-kira apa yang menyebabkan mereka bahagia seperti itu ya?”

Pertanyaan tersebut bahkan terngiang-ngiang di malam hari sampai-sampai saya akhirnya menanyakan hal tersebut lewat sebuah tulisan di blog. Saya bahkan pernah meminta teman-teman mengisi sebuah kuisioner demi menuntaskan rasa penasaran saya. Belum lagi berbagai artikel dan buku tentang kebahagiaan yang saya baca demi menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut.

Alright, I know. Beberapa orang pasti akan berpikir saya kurang kerjaan karena memikirkan hal tersebut. Beberapa dari kalian bahkan mungkin akan menertawakan saya dan mengatakan bahwa jelas sekali kalau jawabannya adalah hal-hal seperti keluarga, makanan, uang, liburan, dll.

But seriously, is it that simple?

Bahkan sekarang setelah melakukan berbagai cara untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut, tetap saja tidak ada jawaban mutlak yang saya temukan. Salah seorang teman yang menjawab kuisioner yang saya bagikan mengatakan bahwa kebahagiaannya sangatlah sederhana. Sesederhana dia masih memiliki kesempatan untuk ngupil saja sudah membuatnya bahagia. Haha yeah, happiness is that cheap for him.

Tapi disisi lain seorang teman mengatakan bahwa saat ini ia sedang tidak bahagia karena sedang berjuang menyelesaikan skripsinya. Ia bahkan mendefinisikan bahwa kebahagiaan itu ibarat mendaki gunung yang perlu perjuangan dan tidak bisa kita gapai hanya dengan bersantai-santai.

Seriously, which one is true? Satu orang menganggap kebahagiaannya berasal dari hal-hal sederhana. Tapi yang lain menganggap kebahagiaan adalah hasil dari sebuah perjuangan. Dan lagi, ketika membandingkan sudut pandang tentang kebahagiaan kedua teman tadi dengan kebahagiaan yang saya rasakan sendiri, hasilnya juga tetap berbeda. Saya tak bahagia hanya dengan sekedar ngupil. Dan saya pun tidak menggantungkan kebahagiaan saya pada hal-hal seperti skripsi.

Lalu dari mana sebenarnya kebahagiaan berasal?

Setelah merenungkannya lebih dalam, saya sadar bahwa selama ini saya memiliki presepsi yang salah terhadap kebahagiaan. Kebahagiaan bukanlah suatu tujuan atau sesuatu yang kita dapatkan sehingga ia tidak memiliki asal mula. Kebahagiaan adalah sesuatu yang terjadi dalam diri kita sendiri. Dan itu tidak tergantung pada sesuatu yang kita capai atau miliki, melainkan tergantung pada pola pikir kita akan kebahagiaan itu sendiri.

It’s your mindset that makes you happy.

Pola pikirlah yang membuat teman saya pada cerita di atas merasa bahagia meski hanya sekedar mengupil. Karena pola pikir tiap orang berbeda, maka suatu hal yang membuat seseorang bahagia belum tentu membuat orang lain bahagia pula. Seumum apapun hal tersebut termasuk keluarga, uang ataupun makanan.

Dalam kuisioner yang saya ceritakan di atas, saya juga sempat menanyakan tentang arti kebahagiaan menurut mereka masing-masing. Tidak ada yang salah dari definisi kebahagiaan tiap orang. Namun, setelah menyadari betapa beragamnya pola pikir tiap orang, saya jadi mendefinisikan sendiri pola pikir mana saja yang menurut saya membantu dan mana yang tidak. Berikut ini beberapa pola pikir yang saya hindari karena menurut saya tidak membantu saya menjadi lebih baik :

  • Menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal eksternal

Seringkali kita menginginkan orang lain bersikap seperti yang kita harapkan. Atau adakalanya kita membeli barang-barang yang kita pikir akan membuat kita bahagia. Dua hal tersebut adalah contoh faktor eksternal yang tidak bisa kita kendalikan. Semakin sering kita menggantungkan kebahagiaan pada sesuatu di luar kendali kita, semakin sulit pula kita merasakan kebahagiaan.

  • Menunda kebahagiaan sampai suatu _goal tercapai

Saya bukannya mengatakan bahwa menetapkan suatu goal tidaklah baik. Namun, menunda kebahagiaan sampai goal tersebut tercapai bukanlah hal yang membantu diri kita menjadi lebih baik. Daripada seperti itu, kita bisa saja memilih untuk bahagia sekarang, selagi berjuang meraih goal tersebut.

  • Tidak menerima atau memaafkan kekurangan diri sendiri

Saat menerima kritik, beberapa dari kita sering menggunakan hal tersebut sebagai acuan untuk memperbaiki diri. Seakan kita harus membuktikan bahwa kritik tersebut tidaklah benar. Dulu saya pun begitu. Namun, sekarang saya lebih sering memaafkan diri sendiri atas kekurangan yang orang lain utarakan terhadap saya melalui kritik tersebut. Ketika saya ingin memperbaiki diri, saya memastikan bahwa saya melakukannya demi kebaikan diri sendiri bukan demi mewujudkan apa yang orang lain inginkan dari saya.

Meskipun begitu, saya tidak menjamin hal-hal di atas akan mempermudah kalian merasakan kebahagiaan juga. Ingat, bahwa kebahagiaan adalah suatu hal yang sangat pribadi dan berbeda pada tiap orang.

Karena meskipun hampir semua anak kecil menyukai permen, bukan berarti setiap anak akan selalu bahagia ketika diberi permen. Berkorban demi kebahagiaan orang lain haruslah didasari dengan pemikiran matang atau itu hanya akan sia-sia.

Karena kebahagiaan adalah hal yang sangat personal sehingga tidak bisa disamaratakan. (:

Especially inspired by : 
My mom, who secretly trying to make me happy even though sometimes it fails. :b But thanks anyway. At least, the fact that she had tried made my heart burned in happiness.  (:

PS!

Bagi yang ingin berpartisipasi mengisi kuisinoner kebahagiaan saya, masih boleh loh. Jawab disini ya (;