Wisdom from early 2017

Bagi saya, tahun 2017 sejauh ini merupakan tahun paling santai dan damai sepanjang 5 tahun terakhir. Dan karena itulah saya jadi punya lebih banyak waktu untuk mencoba hal-hal baru dan berefleksi serta merenungkan hal-hal yang dulu tak sempat saya pikirkan. Kalo kata saya jaman dulu bilangnya sedang dalam Analyze mode.

Banyak sekali momen hening di tahun ini yang membuat saya tersadar akan hal-hal yang bersebrangan dengan apa yang saya pahami sebelumnya. Benar kata salah satu penulis favorit saya, Mark Manson bahwa bisa saja semua presepsi kita akan kehidupan ini ternyata salah. Dan hal tersebut sah-sah saja karena itu merupakan bagian dari proses kehidupan.

Dan sejauh ini, beberapa poin yang saya pelajari dan mungkin bisa teman-teman renungkan juga diantaranya adalah:

  • Do not take people for granted
    IMG_20170511_214301

Salah satu pelajaran paling berharga bagi saya di awal tahun ini adalah bahwa jangan menganggap remeh kehadiran orang-orang di sekitar kita. Baik itu keluarga, teman-teman, atau rekan kerja. They’re all unique human being, so treat them like one.

Sejak lebih sering bekerja sendiri dari kamar kosan (dan gerbong kereta api) saya mulai menyadari betapa pentingnya kehadiran orang lain di hidup kita. Saya jadi teringat betapa sering saya menolak ajakan teman-teman untuk keluar karena saya terlalu sibuk dengan dunia saya yang lain.

Seklise-klisenya pepatah, ternyata benar yang orang katakan bahwa sesuatu itu baru terasa berharga ketika kita tidak memilikinya lagi.

Saya tadinya berpikir seorang introvert seperti saya pasti akan senang jika diberikan kebebasan bekerja dari kamarnya sendiri. Tapi ternyata anggapan saya salah. Bekerja sendirian terkadang bisa sangat membosankan. Karena itulah, tahun ini saya lebih sering menghabiskan akhir pekan/hari libur untuk pulang ke kampung halaman atau bertemu teman-teman. Salah satu hal yang jarang saya lakukan di tahun lalu karena memang prioritasnya berbeda.

The idea of connection is something that I used to take for granted. Tapi syukurlah saya masih diingatkan Tuhan bahwa life feels meaningless without it.

Rasanya menyenangkan bisa terhubung kembali, menjalin silaturahmi, dan mendengar cerita tentang kehidupan mereka yang saya lewatkan selama ini.

  • People is the ultimate motivation of life
    IMG_20170512_205522

Setelah (tanpa sadar) selama ini mendasarkan motivasi pada pengembangan diri, saya justru mulai berpikir bahwa motivasi tersebut terasa sangatlah dangkal. Saya merasa semangat yang lebih dalam justru timbul ketika motivasinya adalah untuk membahagiakan orang lain.

Bukan berarti kita menggantungkan kebahagiaan diri kita pada orang lain ya. Hanya saja, kehidupan rasanya lebih berharga ketika yang bahagia bukan hanya kita sendiri, namun juga orang-orang yang kita sayangi.

  • Love is not about granting somebody’s whishes but it’s rather doing something for them & being there when needed
    IMG_20170524_173255

Dulu saya berpikir, saya ingin membahagian orang tua saya dengan cara memberikan apa saja yang mereka inginkan. Tapi semakin dewasa, saya semakin sadar bahwa yang terpenting bukanlah memenuhi keinginan tapi membuktikan kepedulian kita dan menyempatkan diri ketika dibutuhkan.

Pelajaran ini saya dapatkan setelah mendengar kabar bahwa ibu saya sakit di rumah awal bulan ini. Saya yang tadinya berencana ke luar kota, jadi urung dan memilih kembali ke rumah mengingat papah baru saja pergi berlayar.

Karena kesadaran ini pulalah bulan Agustus depan saya mungkin akan fully stay di Tegal untuk mengurus adik di rumah karena ibu & papah insya Allah akan pergi haji. Alhamdulillah. Doakan semoga keduanya selalu dalam lindungan Allah dan pulang dengan selamat ya. (:

  • Don’t let other people define who you are

Banyak orang bilang kalo saya itu pemalas. Tapi ada juga yang bilang kalo saya itu ambisius. Ada yang bilang kalo saya terlalu cinta diri sendiri. Ada juga yang bilang bahwa hidup saya sekarang ini pasti sangat menyenangkan (mereka nggatau saja ngga enaknya :b).

Kadang sulit untuk tidak menghiraukan perkataan orang lain. Namun dengan mempercayai label tersebut, berarti kita memberikan kontrol atas identitas diri kita sendiri ke orang lain. But let’s not do it.

We're all "rich" by somebody's standards. - Jason whatever. 

Saya jadi teringat kutipan dari artikel yang baru-baru ini saya baca. Kita sering kali tanpa sadar mendefinisikan diri sendiri berdasarkan dari penilaian orang lain.

But let their comment stay in our timeline, and keep our faith in ourselves. Selalu ingatlah untuk berprasangka baik pada diri sendiri. Karena Tuhan bukannya setidak adil itu dengan sesekali memberikan kita ketidakberuntungan. Mungkin kita saja yang ‘tidak sengaja’ menghendakinya lewat prasangka yang kita pikirkan. (:

  • We don’t need to force our believe to everyone
    IMG_20170418_164823

Sejauh saya mempercayai bahwa Firefox adalah peramban yang bagus dan paling aman, sejauh itu pula saya tidak ingin memaksakan semua orang untuk menggunakannya.

Akhir-akhir ini saya merasa terlalu banyak orang yang merasa paling benar sendiri. Lalu tidak mau toleran jika orang lain tidak memiliki pemikiran yang sama. And I’m just so done with those kind of people.

Selalu pikirkan kedamaian dan kebahagiaan sesama sebelum memaksakan kebenaran yang kita percayai ke orang lain.

And please stop the hate and do something else. Seriously